Islamophobia
Pagi itu Hari Selasa, 11 September udara terasa sangat
segar. Aku berangkat ke sekolah pukul 07.00. Ketika itu suasana sangat damai
dan tenang. Sampai suatu ketika, ketika pukul 08.46 kami sedang istiraat,
terdengar suara ledakan luar biasa dari salah satu bagian dari kota kami.
Ledakan tersebut diikuti oleh ledakan setelahnya yang tidak kalah hebat. Kami
pun berteriak dan berlari ketakutan ke dalam kelas. Setelah ledakan-ledakan
tersebut mulai padam, kami pun keluar kelas dan melihat apa yang terjadi.
Betapa takutnya kami melihat kejadian
tersebut. Sebuah gedung pencakar langit yang termasuk tertinggi di kota kami
terbakar di tengah-tengahnya. Tak lama kemudian, sebuah pesawat datang dan
menabrak salah satu gedung pencakar langit di sampingnya, dan jadilah dua
gedung tersebut terbakar yang beberapa jam kemudian hangus dan rata dengan
tanah.
Suara sirine mobil pemadam kebakaran terdengar
di seluruh penjuru kota. Betapa mengerikannya peristiwa itu.
*****
Telah
tersebar berita tentang kejadian hampir satu pekan lalu itu. Dikabarkan pelaku
serangan tersebut adalah orang Islam, seketika itu juga kami sekeluarga merasa
takut kalau-kalau kami dibenci dan dipermalukan di desa kami karena desa kami
mayoritas penduduknya adalah nonmuslim. Maka dari itu kami memutuskan pindah ke
luar kota sejak dua hari lalu.
Dan
ketakutan kami itu menjadi nyata. Ketika ibuku keluar rumah untuk berbelanja,
kerudungnya ditarik-tarik oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dan
dimaki-maki lalu dipukuli, seketika itu juga meninggallah ibuku. Aku dan adikku
menangis tersedu-sedu mendengarnya. Kami pun menguburkan jasad ibu di belakang
rumah.
Karena
keadaan tidak semakin membaik, kami memutuskan untuk pindah ke negara lain yang
lebih jauh. Kami pun pindah ke Myanmar karena kami dengar disana sangat aman.
Kami pun hidup bertahun-tahun disana.
*****
Sepuluh
tahun lamanya kami hidup di kota ini dengan damai karena disini kami hidup
berdampingan dengan orang muslim juga. Sampai suatu hari dimana orang-orang
Budha di kota kami datang membawa pedang-pedang mereka. Ternyata mereka ingin
membunuh kami dan membinasakan kami sebagai seorang muslim. Mereka membantai
beberapa orang diantara kami.
Kami
pun berusaha melawan mereka, tetapi mereka terlalu kuat. Ayahku pun berani melawan
mereka. Beberapa hari kemudian, kudengar ia terbunuh dan dimutilasi seluruh
tubuhnya oleh para musuh. Adikku menangis menjerit-jerit mendengarnya,
sedangkan aku masih bisa menahan tangisku, bagaimanakah hidup kami selanjutnya
tanpa seorang ayah setelah kehilangan seorang ibu.
Kupeluk erat-erat adikku yang masih menangis
dan kubisikkan kepadanya,”Ayah dan ibu pasti tenang disana, kita akan menyusul
mereka nanti kelak.” “Mengapa harus orang Islam yang selalu dimusuhi...?”
Batinku dalam hati.
“Tiada gading yang tak
retak,” Sebaik apapun seseorang pasti ada salahnya juga...
By : NOER
Komentar
Posting Komentar